Dunia

Sedotan Plastik dan Korek Kuping Dilarang Jual di Inggris 

LONDON - Sampah menjadi musuh besar untuk kehidupan manusia. Namun, 'kosumsi' plastik justru terus bertambah di Dunia ini. Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Inggris mengumumkan larangan penjualan produk-produk plastik sekali pakai seperti sedotan, pengaduk minuman dan korek kuping. 

Larangan tersebut diajukan Perdana Menteri Theresa May karena sampah plastik menjadi tantangan lingkungan terbesar di dunia yang mengancam kehidupan laut. Pemerintah May telah melarang penggunaan bulir-bulir plastik (microbeads) dalam kosmetik dan produk lainnya. Termasuk kantong plastik berbayar yang telah mengurangi distribusi sembilan miliar kantong plastik.

"Publik Inggris telah menunjukkan semangat dalam kebijakan kantong plastik berbayar dan larangan bulir-bulir plastik. Hari ini kita mengajukan rencana ambisius untuk mengurangi sampah plastik dari sedotan, pengaduk dan korek kuping," kata May dalam pertemuan para pemimpin negara-negara Persemakmuran di London, Kamis (18/4/2018).

May bersama Menteri Lingkungan Inggris Michael Gove telah meluncurkan Rencana Lingkungan 25 tahun untuk mengakhiri sampah plastik. Mereka berencana bekerja sama dengan industri untuk memastikan tiap dampak ekonomi pada perusahaan di sektor plastik akan diatasi.

"Plastik sekali pakai menjadi bencana di laut dan mematikan lingkungan serta satwa di laut. Sangat penting bagi kita untuk bertindak sekarang," kata Gove.

"Kami telah melarang microbeads yang berbahaya dan mengurangi penggunaan kantong plastik. Sekarang kami mengambil tindakan atas sedotan, pengaduk dan korek kuping untuk melindungi kehidupan laut," tambah dia.

Dilansir Sky News, sedikitnya 8,5 miliar sedotan plastik dibuang tiap tahun, berkontribusi pada sedikitnya 150 juta ton plastik di laut.

Bencana lingkungan yang disampaikan kampanye Ocean Rescue menyebut jutaan burung dan lebih dari 100.000 mamalia laut mati tiap tahun karena menyantap atau terbelit sampah plastik.

Pemerintah Inggris mengalokasikan 61,4 juta poundsterling (Rp1,2 triliun) untuk mendorong penelitian global dan membantu negara-negara Persemakmuran untuk mengurangi sampah plastik di lautan.*